Dalam hari ini krik-krik-krik.blogspot.com akan menyampaikan artikel tentang Bahaya, Medan Magnet Bisa Mengubah Moral. Semoga dengan artikel Bahaya, Medan Magnet Bisa Mengubah Moral akan menambah wacana bagi anda pembaca setia krik-krik-krik.blogspot.com
Tingkat kejahatan, asusila, hingga korupsi terkait dengan kadar kesadaran moral individu. Saat nurani mulai terkikis, maka seseorang cenderung mudah melakukan tindakan di luar batas kemanusiaan.
Cukup mengejutkan, penilaian moral dalam diri seseorang terkait dengan bagian tertentu dalam otak. Dan, medan magnet bisa mengubahnya. Hal ini berarti, tindakan sesuai moral bisa saja berbalik 180 derajat sehingga justru melakukan hal-hal yang amoral. Bahayanya, bila cuci otak menggunakan metode ini, Anda tahu hasilnya, kan?
Cukup mengejutkan, penilaian moral dalam diri seseorang terkait dengan bagian tertentu dalam otak. Dan, medan magnet bisa mengubahnya. Hal ini berarti, tindakan sesuai moral bisa saja berbalik 180 derajat sehingga justru melakukan hal-hal yang amoral. Bahayanya, bila cuci otak menggunakan metode ini, Anda tahu hasilnya, kan?
Ilustrasi / nytimes.com |
Sekumpulan ilmuwan telah membuktikannya lewat serangkain tes. Hasilnya, mereka bisa mengubah penilaian moral kita hanya dengan mengganggu bagian tertentu otak kita dengan medan magnet.
Patut diketahui, bagian kanan temporo-parietal junction (TPJ) otak menunjukkan aktifitas tinggi ketika kita melakukan penilaian moral seperti mengevaluasi maksud orang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian itu penting untuk membuat keputusan moral.
Nah, tim dari MIT menunjukkan bahwa medan elektromaknetis yang ditempelkan di kulit kepala melemahkan kemampuan kita untuk mengevaluasi maksud orang lain, menyisahkan kita sedikit saja kemampuan untuk melakukan penilaian moral.
Penelitian itu mengandalkan non-invasive transcranial magnetic stimulation (TMS) untuk mengganggu bagian kanan TPJ, menghalangi sesaat tembakan normal neuron (sel saraf) di wilayah itu.
Uji coba
Pada satu eksperimen, para peserta diberikan TMS selama hampir setengah jam lalu diminta untuk menjawab soal-soal di mana mereka harus menilai aksi orang-orang berdasarkan maksud mereka. Pada tes kedua, para subyek dipukul dengan ledakan 500-milidetik TMS tepat saat mereka mulai mengevaluasi masalah moral.
Pada kedua kasus, para subyek kontrol mampu mengevaluasi bahaya dan moralitas dari maksud orang-orang, sedangkan mereka yang diberikan TMS membuat penilaian berdasarkan hasil semata.
Sebagai contoh, satu pertanyaan umum dilontarkan apakah secara moral diperbolehkan bagi seorang pria untuk mengijinkan pacarnya menyebrangi jembatan yang dia tahu tidak aman walaupun pada akhirnya pacar dia berhasil menyebrangi jembatan itu dengan selamat. Para subyek kontrol mengetahui maksud untuk membahayakan secara moral tidak diperbolehkan, tapi mereka yang diberikan TMS sebagian besar mendasarkan penilaian mereka semata-mata hanya pada hasilnya; tak berbahaya, tak ada pelanggaran.
Penelitian itu tidak hanya menunjukkan bahwa moral kita tidak sepenuhnya tak bisa terganggu, tapi juga memberikan penerangan tentang cara otak mengatur dan membuat pembagian keputusan moral. Hal itu juga memperkuat sesuatu yang kita semua tahu secara intuisif benar: mencari perbedaan antara benar dan salah adalah sesuatu yang tidak gampang.
Patut diketahui, bagian kanan temporo-parietal junction (TPJ) otak menunjukkan aktifitas tinggi ketika kita melakukan penilaian moral seperti mengevaluasi maksud orang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa bagian itu penting untuk membuat keputusan moral.
Nah, tim dari MIT menunjukkan bahwa medan elektromaknetis yang ditempelkan di kulit kepala melemahkan kemampuan kita untuk mengevaluasi maksud orang lain, menyisahkan kita sedikit saja kemampuan untuk melakukan penilaian moral.
Penelitian itu mengandalkan non-invasive transcranial magnetic stimulation (TMS) untuk mengganggu bagian kanan TPJ, menghalangi sesaat tembakan normal neuron (sel saraf) di wilayah itu.
Uji coba
Pada satu eksperimen, para peserta diberikan TMS selama hampir setengah jam lalu diminta untuk menjawab soal-soal di mana mereka harus menilai aksi orang-orang berdasarkan maksud mereka. Pada tes kedua, para subyek dipukul dengan ledakan 500-milidetik TMS tepat saat mereka mulai mengevaluasi masalah moral.
Pada kedua kasus, para subyek kontrol mampu mengevaluasi bahaya dan moralitas dari maksud orang-orang, sedangkan mereka yang diberikan TMS membuat penilaian berdasarkan hasil semata.
Sebagai contoh, satu pertanyaan umum dilontarkan apakah secara moral diperbolehkan bagi seorang pria untuk mengijinkan pacarnya menyebrangi jembatan yang dia tahu tidak aman walaupun pada akhirnya pacar dia berhasil menyebrangi jembatan itu dengan selamat. Para subyek kontrol mengetahui maksud untuk membahayakan secara moral tidak diperbolehkan, tapi mereka yang diberikan TMS sebagian besar mendasarkan penilaian mereka semata-mata hanya pada hasilnya; tak berbahaya, tak ada pelanggaran.
Penelitian itu tidak hanya menunjukkan bahwa moral kita tidak sepenuhnya tak bisa terganggu, tapi juga memberikan penerangan tentang cara otak mengatur dan membuat pembagian keputusan moral. Hal itu juga memperkuat sesuatu yang kita semua tahu secara intuisif benar: mencari perbedaan antara benar dan salah adalah sesuatu yang tidak gampang.
Sumber:
sainspop
sainspop
Dapatkan berita terupdate dan unik setiap saat hanya di krik-krik-krik.blogspot.com
Homepage|http://krik-krik-krik.blogspot.com
0 comments:
Posting Komentar